Sumber : Kompas Sabtu 20 Nov 1993.
Oleh : Anni Iwasaki
PADA usia 21 tahun Chaeriyani (Anni) menikah seorang pria Jepang. Yasuhiro Iwasaki. Dua bulan kemudian, bulan Feb 1975, Anni ke Jepang diboyong suaminya. Pernikahan itu menghentikan semua cita-citanya semula menjadi produser file, sekaligus mengakhiri jalan yang pernah ditapakinya sebagai wanita bekerja-wanita karir.
Sampai saat ini , sudah hampir 20 tahun ia tinggal di Jepang, berperan sebagai ibu rumah tangga tok. Apa yang istimewa dari seorang wanita yang "cuma tinggal di rumah?"
Banyak hal yang sifatnya sehari-hari , kadang luput dari perhatian orang. Kepercayaan tentang pentingnya sesuatu yang seperti tidak istimewa, yakni sebagai "ibu rumah tangga", peranan domestik , itulah justru yang menjadikannya istimewa. Wanita ini merefleksikan signifikansi peranan ibu rumah tangga dalam tulisan-tulisan di media Jepang, maupun buku-buku yang diterbitkan di Indonesia. Jepang yang banyak dikagumi orang karena kedisiplinan dan kemajuannya ternyata menurut Anni disebabkan kukuhnya peranan domestik wanita-bukan wanita yang malang melintang di luar.
***
SELAMA berada di Jepang ia melihat sebagian besar wanita adalah ibu rumah tangga total. Menurut pengalaman Anni, para ibu rumah tangga di Jpeng bisa merasa bangga menyandang profesi itu. Orang-orang Jepang tahu persis bahwa menjadi ibu rumah tangga bukan berarti hidup menganggur (jobless).
Ia rajin menulis untuk koran-koran besar di Jepang. Pekerjaan menulis ia lakukan di rumah setelah selesai mengurus segala keperluan suami dan anak-anak. "Saya menulis setelah suami pergi ke kantor, anak-anak ke sekolah dan selesai berbelanja serta masak," ujar wanita hitam manis asal Kediri, Jatim ini.
Setelah satu artikelnya dimuat untuk memperingati penerbitan ke 15.000 harian terbesar Jepang, The Daily Yomiuri pada hari Rabu 25 Maret 1992.
Dalam artikel dengan judul Japan A Safer Place for Housewives, Kids, Anni bercerita tentang pengalaman hidupnya sebagai ibu rumah tangga di Jepang. Sebelumnya ia hanya tahu dari bacaan, bahwa wanita Jepang, terutama yang telah menikah, adalah kaum lemah yang hanya mengabdi kepada suami. "Ternyata Jepang adalah tempat yang paling damai dan aman bagi setiap ibu rumah tangga dan anak-anak," ujar Anni dalam artikel tersebut.
Profil Anni Iwasaki juga pernah terpampang di majalah Jepang berbahasa Inggris, Look Japan (Mei 1992). Dalam wawancara dengan wartawan majalah itu, Anni berbicara tentang betapa profesi ibu rumah tangga ini membutuhkan konsentrasi total dari setiap wanita. Seperti sebagian besar wanita Jepang , termasuk mereka yang pernah lulus dari perguruan tinggi, lebih memilih menjadi ibu rumah tangga total. "Sebagian besar wanita Jepang lulusan perguruan tinggi memanfaatkan hasilstudinya semaksimal mungkin untuk membina rumah tangganya dan mengasuh anak-anak mereka," ujar Anni.
Selama tahun 1992 anni telah menulis tiga buku pertamanya. Semuanya telah diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta. Ketiga bukunya adalah Dinamika Kehidupan, Mahligai Perkawinan dan Senyum Untuk Anakku. "Hampir semua tulisan saya adalah dalam rangka kampanye kepada dunia wanita agar menjunjung tinggi profesi ibu rumah tangga...dan kaum wanita karier yang terlalu banyak kerja di luar rumah agar kembali mencurahkan tenaga di dalam rumah," ujarnya.
Anni masih punya banyak tulisan yang akan ditawarkan ke berbagai penerbitan dan majalah di Indonesia. "Saya tidak akan memilih memasukkan artikel saya di majalah wanita, karena sebagian besar redakturnya adalah wanita yang gandrung pada karier di luar rumah, mereka selalu menolak pendapat saya," ujarnya. Nah...
***
DIA kini tinggal bersama suami, da ketiga anaknya, Rio (kelas tiga SMA), Yudo (kelas dua SMP) dan Rido (enam SD), serta suaminya di 1-317 Kashima 22-Hachioji, Tokyo. Tempat tinggalnya berada di kawasan perumahan terdiri dari 160 keluarga. Di kawasan perumahan tersebut terdapat sekolah dari taman kanak-kanak sampai SMA.
Suaminya sering bertugas ke berbagai negara. Sampai kini Anni telah menjelajah ke 26 negara, antara lain di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, Arab, Afrika dan Asia. "Di negeri-negeri itu saya selalu memperhatikan kehidupan keluarga dan sistem yang berlaku. Dari situ saya yakin Jepang adalah negeri teraman bagi para ibu rumah tangga dan anak-anak," ujarnya.
Para ibu rumah tangga Jepang merasa aman, karena lapangan kerja diprioritaskan untuk para lelaki, berarti ancaman pengangguran bagi suami mereka tidak begitu besar. Karena banyak wanita Jepang lebih memilih sebagai ibu rumah tangga, lapangan kerja cukup untuk para suami. Para ibu rumah tangga Jepang tidak perlu terlalu khawatir suami mereka harus bersaing dengan kaum wanita dalam memperebutkan lapangan kerja.
Karena para ibu banyak di rumah pendidikan awal di bidang social behavior (tingkah laku sosial) bagi anak-anak mendapat perhatian pernuh. Misalnya untuk bidang-bidang tata krama, cara berpakaian rapi, menggunakan sapu tangan dan menggunakan bak mandi. "Maka orang Indonesia akan heran bila msuk ke toko-toko di Jepang menemui beribu-ribu jenis dan bentuk sapu tangan, mereka akan bertanya apakah semua itu bisa laku," ujarnya.
"Semua itu bisa laku karena orang Jepang telah terbiasa menggunakan sapu tangan sejak kecil dan pabrik-pabrik sapu tangan tidak khawatir bangkrut," ujarnya.
Selain itu sejak kecil para ibu rajin mengajarkan anak mandi dan mencintai kamar mandi. Karena itulah Jepang sangat kreatif memproduksi berbagai bentuk kamar mandi. "Itu karena sejak kecil orang Jepang telah diajar untuk mencintai mandi," ujar Anni.
Budaya disiplin waktu, berpakaian dan antre di Jepang bisa berjalan karena hal itu sudah ditanamkan sejak anak-anak. Dan itulah tugas ibu rumah tangga yang banyak meluangkan waktunya di rumah. "Kalau segala macam budaya itu harus dimulai di dalam rumah, maka itu sangat berkaitan dengan peran ibu rumah tangga yang harus banyak meluangkan waktu untuk hal itu...dan lihatlah rumah tangga di Jepang," ujar Anni.
Menurut Anni tidak ada ruginya bila seorang wanita lulusa fakultas kedokteran harus memilih menjadi ibu rumah tangga. Keahliannya bisa digunakan untuk mendidik anak-anaknya di bidang kesehatan, misalnya menjaga gigi supaya tetap baik. "Untuk mencetak manusia-manusia tangguh di masyarakat, pendidikan awal sebelum masuk sekolah sangat penting, karena itulah para ibupun perlu memperoleh berbagai keahlian khusus, selain punya pengetahuan umum yang kuat," kilah Anni.
***
DALAM visi Anni, Amerika Serikat akan tertinggal jauh dalam kehidupan ekonomi dari Jepang. Di AS, banyak orang tenaga brilyan masuk ke militer, sedang yang kurang brilyan masuk ke pekerjaan sipil. Sementara itu terlalu banyak kaum wanita AS terjun ke lapangan kerja di luar rumah. Rumah-rumah di AS kosong dari ibu. Prinsip kemajuan ekonomi bangsa, menurut Anni, terjadi bila ada pemasukan uang (orang pengumpul uang) dan pengelola uang itu (manajer). Di Jepang ayah sebagai pencari pemasukan. Ibu sebagai orang yang me-manage (mengelola) uang itu. "Kalau semua cari uang, tidak ada yang mengelola dengan baik, misalnya merancang uang itu untuk apa saja dan apa saja yang harus diprioritaskan, maka uang yang masuk akan sirna begitu saja dan ekonomi keluarga akan ambruk," ujar Anni.
Prinsip semacam ini di Jepang hidupd alam hati sebagian besar orang Jepang sejak kecil sampai tua, dari unit keluarga sampai perusahaan, bangsa dan negara. "Dan itu saya lihat dari dapur rumah tangga saya di Jepang ini...itu jadi keyakinan saya sekarang," ujar nyonya muda berambut panjang dan tinggi semampai itu.
Ia tertawa ketika seorang pejabat Indonesia datang ke Tokyo dan memberi nasihat padanya, bahwa wanita kini harus bisa menjadi wanita karier. Katanya, pejabat itu berbicara dengan lidah gombalnya. Ia mengeluarkan kalimat yang dihafalkannya dari udapan atasannya atau dari penataran-penataran untuk kenaikan pangkatnya.
Mungkin sang pejabat itu tidak sadar, ketika gerakan emansipasi begitu menggebunya dan kemajuan wanita hendak diukur semata-mata dari kiprah sosial wanita di luar rumah, ia sebenarnya tengah berhadapan dengan eksponen yang justru tengah mengkampanyekan arus gerakan sebaliknya. Bahwa wanita harus kembali ke rumah, bahwa pekerti tentang kehidupan harus ditanamkan dari dalam rumah, bahwa initi kejaksanaan hidup yang luas sebetulnya berasal dari rumah.
Bukankah di Indonesia juga ada pepatah: surga berada di telapak kaki ibu?(J. Osdar)
MENGUCAPKAN SELAMAT BULAN DAN HARI KARTINI 21 APRIL 2010:
"Engkau tahu gemarnya hatiku akan kesusasteraan. Akan tetapi tiada mungkin bertuankan sekali dua orang. Menjadi guru bukan menjadi pengasah pikiran saja, melainkan juga menjadi pembentuk budi pekerti, seharian bergaul dengan anak-anak, lalu hendak berusaha pula dalam hal kesusateraan?
Hanya satu mata pekerjaan saja yang hendak kukerjakan sekali kerja, tetapi hendak kulakukan dengan baik-baik" Habis Gelap Terbitlah Terang 30 Sept 1901 (Nyonya Abendanon).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar