Minggu, 28 Februari 2010

Manajemen Stres

Sumber : Indofamilyhealth oleh Ir. Dina Agoes, M.Kes

Stress bagi banyak orang menjadi musuh utama dalam menjalani kehidupan.  Stres adalah rangsangan dalam bentuk apapun dan darimanapun yang akan dapat mempengaruhi proses pikir dan tindakan seseorang. 

Stres dengan frekuensi dan jumlah yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan baik fisik ataupun psikis pada individu.  Ketidakseimbangan tersebut harus segera diselesaikan melalui pemenuhan kebutuhan berdasarkan jenis stresnya.

Stres menurut ilmu psikologi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan diri dan menjadikan kewaspadaan pada diri seseorang.  Stres ketika kita akan menghadapi ujian, tindakan yang akan dilakukan adalah berusaha belajar keras untuk meraih nilai yang bagus.  Stres karena akan ada perampingan jumlah karyawan, sesegera mungkin akan mencari lowongan kerja untuk menyelesaikan masalahnya.

Untuk menghindari stres yang lebih lanjut, mulailah untuk berlatih melakukan manajemen stres melalui beberapa cara.

Pertama : Hadapilah setiap masalah yang datang dengan tetap berpikiran positif.  Berusaha untuk mencari jalan keluar adalah kunci keberhasilan menghadapi masalah tersebut.  Misalnya, hari Rabu, Ant diminta berbicara di depan  30 remaja berisiko tinggi terpapar NAPZA.  Hari senin, Anis sudah menyiapkan segala sesuatu sebaik mungkin.  Anis stres karena memikirkan pelaksanaan penyuluhan esok harinya, tapi Anis tidak menghindar dari permasalahan.  Ia tahu besok pasti akan terjadi, stres dan cemas Anis jadikan sebagai penambah semangat akan keberhasilan dan manfaat yang dirasakan remaja setelah diberikan penyuluhan.  

Kedua : Kenali  penyebab ketegangan/stres

Penyebab ketegangan atau stres bisa teridentifikasi, bisa juga tidak.  Misalnya setiap matakuliah epidemiologi, tanpa sadar Dian selalu berkeringat, malas dan selalu ingin keluar lebih dulu dibanding mahasiswa lain. Setelah dianalisa ternyata Dian stres karena dosen pengajarnya selalu memberikan tugas dan pertanyaan secara mendadak.

Diketahui tidaknya penyebab stres tetap harus membuat kita tetap sadar bahwa ketegangan akan selalu kita jumpai selama kita menjalani berbagai aktivitas.  Hendaknya kita selalu berpikir logis dan positif terhadap semua stres/ketegangan yang ada, sehingga dengan otomatis kita sudah mempersiapkan diri menghadapi ketegangan tersebut.

Ketiga : Biasakan hidup sehat Makan dengan gizi seimbang, Berusahalah mempertahankan aktifitas yang kreatif seperti olah raga dan rekreasi, Hindari rokok dan minuman keras, Cukup istirahat dan tidur

Keempat : Tetaplah memelihara hubungan persahabatan dan sosial dengan orang-orang diluar lingkungan kerja, misalnya tetangga, kerabat dekat, serta melibatkan diri dalam aktivitas yang berguna seperti kegiatan sosial dan keagamaan.

Keuntungan manajemen stres
Meningkatkan :   Sistim kekebalan tubuh, daya ingat dan daya pikir, kualitas tidur, kualitas hubungan sosial,kualitas hubungan seksualitas,produktifitas,lingkungan kerja yang sehat dan dinamis, serta mengurangi resiko terkena penyakit seperti jantung dan stroke.

Mengatasi Tantrum Pada Anak

Sumber: Indofamily.net oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi.

Jika anak-anak menangis dan mengamuk hanya karena tak dibelikan mainan kesukaannya, orangtua diharap memahami kondisi ini. Luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol pada anak-anak, disebut sebagai  Temper Tantrum.

Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun. Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri sebagai berikut:
    
   1.Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.
   2.Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.
   3.Lambat beradaptasi terhadap perubahan.
   4.Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.
   5.Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.
   6.Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:
     
1.   Di bawah usia 3 tahun:
    * Menangis
    * Menggigit
    * Memukul
    * Menendang
    * Menjerit
    * Memekik-mekik    
    * Melengkungkan punggung
    * Melempar badan ke lantai
    * Memukul-mukulkan tangan
    * Menahan nafas
    * Membentur-benturkan kepala
    * Melempar-lempar barang
 
2.   Usia 3 - 4 tahun:
    * Perilaku-perilaku tersebut diatas
    * Menghentak-hentakan kaki
    * Berteriak-teriak
    * Meninju
    * Membanting pintu
    * Mengkritik
    * Merengek
 
3.   Usia 5 tahun ke atas
    * Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas
    * Memaki
    *  Menyumpah
    *  Memukul kakak/adik atau temannya
    *  Mengkritik diri sendiri
    *  Memecahkan barang dengan sengaja
    *  Mengancam

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum.

Diantaranya adalah sebagai berikut:
     
1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.
 
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk Tantrum.
 
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum.
Contoh lain:
anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia  memakai cara Tantrum agar diperbolehkan.
 
4. Pola asuh orangtua
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum.

Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan  orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum.

Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.
 
5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.  
6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure).
    

Cara Mengatasi
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir.
 
Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit.

Namun demikian bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan  disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut).

Dengan bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut.
 
Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
  •  Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.
  • Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak.
  • Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.
Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambahburuk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai".  Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.

Jumat, 05 Februari 2010

Ujian Hidup

dari notes facebook seorang teman

Bagaimana memaknai ujian hidup, menjadi sangat berarti bagi kita untuk meraih dan menikmati hikmahnya. Seorang rekan sesama trainer (instruktur) yang selalu aktif dengan omset besar pada akhir tahun lalu harus opname di rumah sakit selama beberapa minggu karena serangan stroke ringan, selain itu beliau pun harus menjalani fisioterapi pasca opname. Rekan ini sangat bersyukur dengan kondisi sakitnya ini, karena menginap di rumah sakit rupanya menjadi waktu yang indah untuk menikmati arti hidup dan tujuan hidup.

“Ternyata, harta dan omset bukan segala-galanya. Bukankah ketika mati lampu adalah kesempatan bagi kita untuk menikmati indahnya terang?” demikian tuturnya.


Apa masalah kita saat ini? Keluarga yang tidak harmonis? Anak yang susah diatur? Uang yang selalu tidak cukup di tengah-tengah kenaikan biaya hidup yang semakin tinggi? Atau karier yang tidak berjalan mulus.


Tampaknya, kita perlu merenungkan kembali bahwa matahari akan selalu tetap bersinar. Seandainya saat ini mendung, bukan berarti matahari berhenti bersinar. Mungkin ini kesempatan untuk menikmati keteduhan, barang sejenak melakukan refleksi hidup, atau sang Pencipta hendak “berbicara” banyak kepada kita karena ketika kita sibuk ada kalanya suara-Nya nyaris tak terdengar. Cepat atau lambat mendung akan berlalu dan matahari akan menunjukkan wajahnya kembali. Kalaupun mendung menjadi hujan, habis hujan pasti tampak pelangi yang indah.


Dalam The Bamboo Oracle, dikisahkan bagaimana pohon bambu (bamboo) yang hidup enak dalam rumpunannya terpaksa harus ditebang dan menderita rasa sakit yang amat sangat ketika dipotong-potong, Namun, sang bamboo akhirnya mengerti setelah tahu bahwa dirinya dipergunakan untuk saluran air bagi masyarakat, obor, kentongan, dan lemang. Rasa sakitnya ternyata bermakna untuk kebahagiaan orang lain. Mungkin juga ujian hidup yang tengah kita alami saat ini sedang dipersiapkan untuk memberi jalan amal bagi kebahagiaan orang lain.


Inilah sebabnya seorang sufi pernah mengajarkan bahwa ketika ujian hidup dating, jangan berdoa kepada sang Pencipta supaya ujian itu berlalu, melainkan berdoalah, “Wahai, Yang Maha Pencipta. Berilah kekuatan kepadaku untuk melalui dan menghadapi ujian hidup ini. ”