Senin, 19 April 2010

ASI Di Dunia Terancam Tercemar Pestisida

Sumber : Indofamilyhealth

Data terbaru WHO memotret, paling tidak 20 ribu orang per tahun meninggal akibat keracunan pestisida. Sekitar 5.000 hingga 10.000 orang per tahun terkena efek sampingnya, seperti menderita kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan sakit lever.

Gaya Kartini berapi-api saat menyingkap potret tersebut. “65% ASI di dunia telah tercemar pestisida,” seru penemu pupuk organik “Kascing” yang belakang populer di kalangan petani di luar Bali itu, dalam forum diskusi terbatas yang digelar Bali Post di lantai III Gedung Bali Post, Jalan Kepundung Denpasar, belum lama ini. Biangnya dituding “sang ratu cacing” ini bersumber dari pengunaan pupuk pertanian anorganik.

Pertanian kita selama ini tak bisa jauh dari penggunaan pupuk buatan manusia tersebut. Celakanya, kandungan zat kimia yang terdapat dalam pupuk tersebut terbilang berada di luar ambang batas. 

“Efek zat kimia pupuk anorganik telah menimbulkan menyengat ibu menyusui,” keluh konsultan inkubator pestisida organik Pemerintah Provinsi Bali, ini.

Kilas balik coba digagas doktor lulusan Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, ini. Pupuk kimia mulai dibumikan ke lahan petani kita sejak awal era 60-an. Namun, setahun uji coba ternyata membawa petaka. Hasil pertanian anjlok dan struktur tanah rusak.

Celakanya, program pemerintah itu berada di bawah gerakan Komando Operasional Makmur. Gerakan ini menginstruksikan secara intensif keharusan memakai pupuk kimia yang difasilitasi pemerintah.

Selain urea, ada pula ZA, dan TSP 

“Inilah awal pembantaian pabrik pupuk alam yang tersimpan dalam tanah berupa makro maupun mikroorganisme,” sedihnya. 

Masygul di hati kecil Kartini kian membuncah. Saat mengamati penggunaan pupuk kimia, perempuan kelahiran Kubutambahan Buleleng ini penggunaan pestisida membuat produktivitas tanah pertanian jeblok. Pahitnya justru saat kartini menemukan potret menyedihkan menimpa para petani. “Petani sebagai pelaku dan masyarakat sebagai konsumen hasil pertanian yang memakai pupuk kimia justru teracuni pestisida,” sergahnya.

Parahnya, kata Kartini, ASI di seluruh dunia telah tercemar racun pupuk kimia tersebut. Sekitar 65 % racun pestisida telah menodai ASI kaum perempuan menyusui. “Ini data yang dikeluarkan WHO,” tegasnya. Ia mengingatkan jangan lekas terpukau dengan teknologi mutakhir pertanian. Kita harus berhitung risikonya bagi masa depan gennnnnerasi anak-anak masa depan.

Pestisida Sintesis

Namun, para petani kita justru tetap memilih beralih dari pestisida alam ke sintetis. Memang, ada keunggulan pestisida sintesis. “Pemakaiannya lebih mudah, lebih praktis, gampang diangkut serta disimpan, dan harga relatif murah,” jelas ahli pertanian FP Unud, Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M. Sc.

Tak pelak, pestisida sintesis pun naik daun di mata petani. Bahkan, awal era 90-an tercatat penggunaan pestisida sudah mencapai 20 ribu ton. Walau pestisida ini berguna untuk memberantas hama. Tapi, pencemaran lingkungan dan keracunan terhadap konsumennya pun tak kurang menjengkelkan.

Data terbaru WHO memotret, paling tidak 20 ribu orang per tahun meninggal akibat keracunan pestisida. Sekitar 5000–10.000 orang per tahun terkena efek sampingnya, seperti menderita kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan lever.

Pestisida sintetis yang dipakai tanpa aturan menimbulkan kasus pencemaran air tanah. Manusia dan makhluk yang mengonsumsi air tanah ikut terkena getahnya. Makanan dan minuman tercemar. Waspadai pula resiko ASI (air susu ibu) yang juga punya potensi tercemar zat-zat makanan dan minuman yang terpapar pestisida.
Efek lainnya, serangga yang berguna untuk penyerbukan binasa (lebah), serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya, dan timbulnya kekebalan hama maupun patogen terhadap pestisida sintetis itu sendiri.

Dampak pestisida bagi petani dan pemakai dapat menyebabkan keracunan akut melalui kulit dan keracunan akut lewat pernapasan. Untuk uji keracunan akut lewat pernafasan biasanya dilakukan dengan sistem aliran udara statis atau dinamis.

Tidak ada komentar: