Kamis, 25 Oktober 2012

Satu Jam Saja...

Oleh : Prima Avianti

Berawal dari masa kehamilan. Bahkan saya tidak tahu kalau sedang mengandung anak ketiga. Sempat ingin program untuk mendapatkan babygirl, hehe. Belum ke dokter juga sih, cuma browsing dan tanya sana sini yang (kira-kira) sudah berpengalaman. Ternyata eh ternyata sudah telat tiga bulan, dan benar saja waktu kontrol ke dsog, perut ini sudah 12 minggu usianya. Alhamdulillah.

Seperti biasa trimester pertama saya selalu morningsick, teler bau-bauan, tapi tetap harus mengurus rumah dan anak-anak. Waktu itu belum ada asisten. Selama kehamilan hampir tidak ada masalah, hanya saja kenaikan berat badan saya tidak seheboh waktu sedang mengandung Hizba-Junda yang mencapai angka 20 kiloan. Di kehamilan ketiga ini, total kenaikan berat badan saya hingga melahirkan hanya 14 kg saja.

Menginjak trimester ketiga, tepat di usia 28 - 32 minggu, ujian itu datang juga. Junda sakit dan harus opname. Awalnya saya masih biasa saja hingga dokter memberitahu bahwa Junda menderita bronchopneumonia (radang paru-paru). Masya Allah, mendadak diri ini rasa mati rasa. Dengan segenap kemampuan saya berusaha apapun asal Junda cepat sembuh.

Dalam kondisi hamil tujuh bulan saya coba melakukan relaktasi pada Junda, setelah dua bulan ia lepas ASI. Tidak mudah saya melakukannya. Bukan karena saya tidak yakin. Bukan juga karena kehamilan saya. Melebihi itu, saya tidak tega melihat Junda. Dada ini terasa sesak, sakit. Sakit sekali. Saya masih tidak percaya. Junda yang selama dua tahun lebih dua bulan yang lalu jarang sekali sakit. Kalaupun sakit, Junda hanya demam ataupun GE. Itu juga biasanya sembuh hanya dengan perbanyak ASI dan perkembangan kekebalan tubuhnya.

Empat hari opname hingga akhirnya Junda diperbolehkan pulang. Baru dua minggu di rumah, Junda demam (tinggi) lagi dan batuk-batuk hebat. Tanpa menunggu lagi, kami segera larikan Junda ke RSI Siti Hajar dan harus opname (lagi). Ternyata bronkitis Junda masih ada. Terpuruk lagi jiwa ini. Saya benar-benar sedih melihat kondisi Junda. Sudah badannya kurus (9,5 kg di usianya yg ke 2,5 th), matanya sayu, tampak lemas dan tidak bergairah. Sempat saya ragu, apa Junda bisa sembuh total atau tidak. Ya Allah hanya Engkau yang Maha Penyembuh, syafakallah Jundallah.. begitu doa saya di setiap akhir sholat.

Alhamdulillah setelah 4 hari opname yg kedua di RS, Junda diijinkan pulang. Dan yang membuat saya lega, ternyata Junda 'hanya' alergi makanan yang belum tahu apa spesifiknya, sehingga menu Junda HARUS diawasi. Harus diet BSTIK (Buah, Susu sapi, Telur, Ikan dan seafood, Kacang-kacangan) selama 3 minggu. Yah, Junda akhirnya hanya makan tahu-tempe dan sayur. Camilannya pun sebangsa umbi-umbian seperti kentang, ketela rambat, dan singkong. Itupun harus direbus bukan digoreng. Susunya ganti susu kedelai. Setelah 3 minggu, menu Junda mulai diujicoba dengan menu BSTIK satu persatu. Itupun secara bertahap dan apabila terjadi reaksi batuk maka itulah alergennya. Jadi praktis saya punya note sendiri untuk menu Junda.

Jujur saja pikiran ini lebih banyak tercurah untuk Junda daripada kandungan saya. Hingga suatu malam selesai telpon-telponan dengan ibu saya, perut ini terasa mulas. Tampaknya terjadi kontraksi. Semakin lama kontraksi semakin sering. Setiap 10-15 menit sekali. HPL sih masih 10 hari lagi. Saya pun membangunkan suami yang tengah tertidur pulas. Waktu itu setengah dua belas malam. "Yok bi ke bidan depan coba ngecek sudah pembukaan berapa. Kalau masih satu atau dua kita pulang lagi". Suami tidak setuju. Segera ia menelepon taksi. Ia ingin saya melahirkan di tempat bulek, bidan juga sih, yang dulu pernah membantu saya dalam proses persalinan Junda.


Sesampainya di tempat bulek, saya langsung di cek. Ternyata masih pembukaan dua. "Tuh kan bi, masih buka dua. Yok pulang lagi". Waktu menunjukkan pukul 1.30 dini hari. Asisten bidan melarang saya untuk pulang lagi. Mau diobservasi dulu, katanya. Ya sudah, saya manfaatkan waktu untuk jalan-jalan di depan ruang persalinan. Kontraksi semakin sering. Asisten bidan mengatakan bahwa melahirkan anak ketiga itu sama sakitnya dengan saat melahirkan anak pertama. Bahkan katanya tempo hari ada pasien yang pembukaan dua tidak bertambah sampai seminggu dan akhirnya dioperasi. Gawat nih asbidnya, kompor juga ternyata. So, gue harus guling-guling bungee jumping sambil bilang WOW gituh? Hehe enggaklah. Waktu itu saya hanya tersenyum. Saya meyakini Allah bersama saya. Cukup bagiku Allah penolongku. Saya pasrahkan segala urusan pada Allah. Biarlah Allah yang mengatur. Terserah Allah.

Saya terus lakukan self-talk bahwa melahirkan itu luar biasa indah. Tidak semua wanita bisa mengalaminya. Sedangkan bagi saya ini adalah yang ketiga kalinya. Sungguh sebuah keajaiban. Inilah saatnya! Tidak lupa jagoan yang di dalam perut ini pun saya ajak ngobrol, nyanyi bersama, dan berdoa tentunya. Saat asisten bidan coba cek lagi ternyata sudah pembukaan lima, enam, tujuh, dan delapan terjadi begitu cepat. Saya masih ngobrol dengan calon jagoan saya. "Yang pinter ya sayang. Bentar lagi mau ketemu ummi, abi, mas hizba ma mas jun nih. Kita kerjasama ya sayang. Adek yang nyari jalan keluar, ummi yang dorong". Asisten bidan sampai terheran-heran dan bertanya "Ibu ini betah sakit ya? Kok mukanya nyantai banget?" :)

Dan tepat di 2.30 dini hari, tangisan bayi mungil itu terdengar juga. Terhitung satu jam saja proses dari saya datang yang masih pembukaan dua hingga melahirkan. Hanya dengan dua kali ngejan dua jahitan hehe. Iya, dialah Hibbantauhid Jabrullah Amma. Tentang seorang yang mencintai agamanya dan senantiasa mendapat pertolongan Allah. Begitulah kira-kira makna namanya. Sekenanya saya coba raih tubuh Hibban saat tali plasentanya belum dipotong, hingga asisten bidan memotongnya dan meletakkan tubuh mungil itu di dada saya untuk IMD. Subhanallah, tubuh mungil itu begitu rapuh. Begitulah saya saat baru lahir. Tiba-tiba saya teringat ibu saya. Dan air mata ini tak terbendung juga :')

Akhirnya setelah perjalanan sembilan bulan yang penuh kejutan itu, terutama di trimester ketiga yaitu saat Junda sakit dan perhatian saya tidak lagi terfokus pada kandungan saya, Allah memberi hadiah pada saya. Melahirkan dengan lancar dan begitu rileks. Begitulah janji Allah, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Allah tidak akan membebani umatNya melainkan karena ia mampu. Dan rasanya masih seperti mimpi, menjadi ummi dari tiga anak laki-laki. Alhamdulillah :)


Pinang, dua belas malam..
"Saat menjadi istri, ia menyempurnakan Dien suaminya. Saat menjadi Ibu, surga di bawah telapak kakinya. Begitulah perempuan dalam Islam.."

Tidak ada komentar: