Oleh : Prima Avianti
Berawal dari masa kehamilan. Bahkan saya tidak tahu kalau sedang mengandung anak ketiga. Sempat ingin program untuk mendapatkan babygirl, hehe. Belum ke dokter juga sih, cuma browsing
dan tanya sana sini yang (kira-kira) sudah berpengalaman. Ternyata eh
ternyata sudah telat tiga bulan, dan benar saja waktu kontrol ke dsog,
perut ini sudah 12 minggu usianya. Alhamdulillah.
Seperti biasa trimester pertama saya selalu morningsick,
teler bau-bauan, tapi tetap harus mengurus rumah dan anak-anak. Waktu
itu belum ada asisten. Selama kehamilan hampir tidak ada masalah, hanya
saja kenaikan berat badan saya tidak seheboh waktu sedang mengandung
Hizba-Junda yang mencapai angka 20 kiloan. Di kehamilan ketiga ini,
total kenaikan berat badan saya hingga melahirkan hanya 14 kg saja.
Menginjak trimester ketiga, tepat di usia 28 - 32 minggu, ujian itu
datang juga. Junda sakit dan harus opname. Awalnya saya masih biasa saja
hingga dokter memberitahu bahwa Junda menderita bronchopneumonia
(radang paru-paru). Masya Allah, mendadak diri ini rasa mati rasa.
Dengan segenap kemampuan saya berusaha apapun asal Junda cepat sembuh.
Dalam kondisi hamil tujuh bulan saya coba melakukan relaktasi pada
Junda, setelah dua bulan ia lepas ASI. Tidak mudah saya melakukannya.
Bukan karena saya tidak yakin. Bukan juga karena kehamilan saya.
Melebihi itu, saya tidak tega melihat Junda. Dada ini terasa sesak,
sakit. Sakit sekali. Saya masih tidak percaya. Junda yang selama dua
tahun lebih dua bulan yang lalu jarang sekali sakit. Kalaupun sakit,
Junda hanya demam ataupun GE. Itu juga biasanya sembuh hanya dengan
perbanyak ASI dan perkembangan kekebalan tubuhnya.
Empat hari opname hingga akhirnya Junda diperbolehkan pulang. Baru
dua minggu di rumah, Junda demam (tinggi) lagi dan batuk-batuk hebat.
Tanpa menunggu lagi, kami segera larikan Junda ke RSI Siti Hajar dan
harus opname (lagi). Ternyata bronkitis Junda masih ada. Terpuruk lagi
jiwa ini. Saya benar-benar sedih melihat kondisi Junda. Sudah badannya
kurus (9,5 kg di usianya yg ke 2,5 th), matanya sayu, tampak lemas dan
tidak bergairah. Sempat saya ragu, apa Junda bisa sembuh total atau
tidak. Ya Allah hanya Engkau yang Maha Penyembuh, syafakallah
Jundallah.. begitu doa saya di setiap akhir sholat.
Alhamdulillah setelah 4 hari opname yg kedua di RS, Junda diijinkan
pulang. Dan yang membuat saya lega, ternyata Junda 'hanya' alergi
makanan yang belum tahu apa spesifiknya, sehingga menu Junda HARUS
diawasi. Harus diet BSTIK (Buah, Susu sapi, Telur, Ikan dan seafood,
Kacang-kacangan) selama 3 minggu. Yah, Junda akhirnya hanya makan
tahu-tempe dan sayur. Camilannya pun sebangsa umbi-umbian seperti
kentang, ketela rambat, dan singkong. Itupun harus direbus bukan
digoreng. Susunya ganti susu kedelai. Setelah 3 minggu, menu Junda mulai
diujicoba dengan menu BSTIK satu persatu. Itupun secara bertahap dan
apabila terjadi reaksi batuk maka itulah alergennya. Jadi praktis saya
punya note sendiri untuk menu Junda.
Jujur saja pikiran ini lebih banyak tercurah untuk Junda daripada
kandungan saya. Hingga suatu malam selesai telpon-telponan dengan ibu
saya, perut ini terasa mulas. Tampaknya terjadi kontraksi. Semakin lama
kontraksi semakin sering. Setiap 10-15 menit sekali. HPL sih masih 10
hari lagi. Saya pun membangunkan suami yang tengah tertidur pulas. Waktu
itu setengah dua belas malam. "Yok bi ke bidan depan coba ngecek sudah
pembukaan berapa. Kalau masih satu atau dua kita pulang lagi". Suami
tidak setuju. Segera ia menelepon taksi. Ia ingin saya melahirkan di
tempat bulek, bidan juga sih, yang dulu pernah membantu saya dalam
proses persalinan Junda.
Sesampainya di tempat bulek, saya langsung di cek. Ternyata masih
pembukaan dua. "Tuh kan bi, masih buka dua. Yok pulang lagi". Waktu
menunjukkan pukul 1.30 dini hari. Asisten bidan melarang saya untuk
pulang lagi. Mau diobservasi dulu, katanya. Ya sudah, saya manfaatkan
waktu untuk jalan-jalan di depan ruang persalinan. Kontraksi semakin
sering. Asisten bidan mengatakan bahwa melahirkan anak ketiga itu sama
sakitnya dengan saat melahirkan anak pertama. Bahkan katanya tempo hari
ada pasien yang pembukaan dua tidak bertambah sampai seminggu dan
akhirnya dioperasi. Gawat nih asbidnya, kompor juga ternyata. So, gue
harus guling-guling bungee jumping sambil bilang WOW gituh?
Hehe enggaklah. Waktu itu saya hanya tersenyum. Saya meyakini Allah
bersama saya. Cukup bagiku Allah penolongku. Saya pasrahkan segala
urusan pada Allah. Biarlah Allah yang mengatur. Terserah Allah.
Saya terus lakukan self-talk bahwa melahirkan itu luar biasa
indah. Tidak semua wanita bisa mengalaminya. Sedangkan bagi saya ini
adalah yang ketiga kalinya. Sungguh sebuah keajaiban. Inilah saatnya!
Tidak lupa jagoan yang di dalam perut ini pun saya ajak ngobrol, nyanyi
bersama, dan berdoa tentunya. Saat asisten bidan coba cek lagi ternyata
sudah pembukaan lima, enam, tujuh, dan delapan terjadi begitu cepat.
Saya masih ngobrol dengan calon jagoan saya. "Yang pinter ya sayang.
Bentar lagi mau ketemu ummi, abi, mas hizba ma mas jun nih. Kita
kerjasama ya sayang. Adek yang nyari jalan keluar, ummi yang dorong".
Asisten bidan sampai terheran-heran dan bertanya "Ibu ini betah sakit
ya? Kok mukanya nyantai banget?" :)
Dan tepat di 2.30 dini hari, tangisan bayi mungil itu terdengar juga.
Terhitung satu jam saja proses dari saya datang yang masih pembukaan
dua hingga melahirkan. Hanya dengan dua kali ngejan dua jahitan hehe.
Iya, dialah Hibbantauhid Jabrullah Amma. Tentang seorang yang mencintai
agamanya dan senantiasa mendapat pertolongan Allah. Begitulah kira-kira
makna namanya. Sekenanya saya coba raih tubuh Hibban saat tali
plasentanya belum dipotong, hingga asisten bidan memotongnya dan
meletakkan tubuh mungil itu di dada saya untuk IMD. Subhanallah, tubuh
mungil itu begitu rapuh. Begitulah saya saat baru lahir. Tiba-tiba saya
teringat ibu saya. Dan air mata ini tak terbendung juga :')
Akhirnya setelah perjalanan sembilan bulan yang penuh kejutan itu,
terutama di trimester ketiga yaitu saat Junda sakit dan perhatian saya
tidak lagi terfokus pada kandungan saya, Allah memberi hadiah pada saya.
Melahirkan dengan lancar dan begitu rileks. Begitulah janji Allah,
dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Allah tidak akan membebani
umatNya melainkan karena ia mampu. Dan rasanya masih seperti mimpi,
menjadi ummi dari tiga anak laki-laki. Alhamdulillah :)
Pinang, dua belas malam..
"Saat menjadi istri, ia menyempurnakan Dien suaminya. Saat menjadi
Ibu, surga di bawah telapak kakinya. Begitulah perempuan dalam Islam.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar