Minggu, 24 Januari 2010

Mendampingi Anak Di Masa Emas Mereka

dikutip dari Eramuslim.com



Para ahli psikologi anak bilang: lima tahun pertama adalah masa emas bagi seorang anak.
Tahun-tahun emas. Ibuku selalu mengingatkan aku dulu ketika mereka (putra-putriku) masih kecil: "Masa kecil mereka tak terulang dua kali." Benar sekali. Waktu yang pergi tak akan kembali, masa kecil yang berlalu tak mungkin diulang.

Seberapa pentingnya-kah masa emas ini? Sesudah si kecil menghirup udara kotor dunia pada detik-detik pertama hidupnya, sejak saat itulah ia mulai belajar dari pahit getirnya dunia.
Tarikan nafas pertama memperkenalkannya dengan kebutuhan dasar. Bernafas.

Para pakar menganjurkan pada detik-detik pertama tersebut si kecil segera diperkenalkan pada bundanya. Maka bayi merah yang bahkan masih licin tersebutpun diletakkan di atas dada bunda yang sedang sumringah bahagia. Tatapan pertama antara keduanya. Apa yang kau lihat pada dirinya wahai bunda?

Banggakah dikau? Kecewakah? Kebencian kah? Sadarlah bunda, kesan pertama ini seringkali mewarnai sikapmu padanya dan akan berbalas dengan sikapnya padamu…. Apapun juga, ukirlah rasa syukur dalam dadamu pada menit-menit pertama ini. Syukur karena masa kritis sudah berlalu bagi kalian dan syukur karena Dia telah Menghadiahkanmu amanah baru ini. Bangga karena engkau telah diberi kepercayaan olehNya. Tutuplah syukurmu dengan doa harapan untuk masa depan kalian.

Bersyukurah niscaya Allah Akan Menambahkan NikmatNya padamu.

Hari-hari berikut tetap penting baginya. Senyum pertamanya, sakit pertamanya, ocehan pertamanya, makanan pertamanya, jatuh pertamanya, langkah pertamanya, semua yang pertama baginya. Baik dan buruk, senang dan susah.


Tahukah dikau bunda bahwa semua pengalamannya akan ia rujuk padamu? Apakah engkau senang jika ia mengigitmu (ketika menyusuinya). Ia akan menatapmu untuk mencari tau apa reaksimu. Apakah engkau senang jika ia mempermainkan kucing? Ia akan menunggu reaksimu. Apa pendapatmu jika ia naik tangga? Engkaulah rujukan pertamanya….dan bagimana engkau menterjemahkan padanya dunia ini. Apakah dunia ini tempat penuh optimisme, atau keluh kesah? Apakah dunia ini berbahaya atau penuh tantangan?

Ia akan mencarimu ketika ia jatuh dan luka. Tangisannya keras sekali demi menarik perhatianmu segera. Dan ketika engkau akhirnya datang juga menghibur dirinya dan mengobati lukanya, ia akan senantiasa mengingat bagaimana reaksimu melihat penderitaannya. Apakah engkau menyalahkan, atau berempati?

Bunda, semua itu menjadi rujukan baginya untuk bersikap terhadap dunia dan segala isinya.
Engkaulah guru pertamanya in a true sense!

Mungkin engkau tidak sadar seberapa besar peranmu bagi kepribadiannya. Karena engkau sibuk mencuci, menyetrika, memasak….dan seribu satu pekerjaan rumah lainnya. Maka kau sikapi anakmu dengan seadanya. Jika sempat kau tanggapi dengan senyum optimis, jika tidak maka kau malah bentak dia ketika bermain dengan piring yang sedang kau cuci. Astaghfirullah, betapa beratnya untuk selalu sadar peran, disaat tugas menumpuk, badan penat, kepala berat, sejuta lagi alasan.


Bunda, itu sebabnya kita perlu selalu bertaubat (Istighfar), sebab terlalu banyak saat kita tidak memenuhi pnggilan tugas dengan semestinya. Tugas seorang ibu, pendidik generasi yang akan datang, tugas yang harus dijalankan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tanpa cuti.
Bagaimana pula kau tanggapi protesnya ketika kau akan meninggalkan dia? Kantor sudah menunggu, boss bukan orang yang murah hati, sementara si kecil rewel “tanpa alasan”.

Benarkah jika ia tidak sakit maka ia tak boleh protes ketika kau akan pergi? Apakah itu “tanpa alasan”? Ia punya sejuta alasan untuk memintamu tetap mendampinginya…Kita punya seribu alasan untuk boleh meninggalkannya. Kita memang harus punya alasan yang TEPAT untuk meninggalkan balita kita.
Ketika kau pergi, dengan siapakah ia kau titipkan? Baby sitter? Nenek –kakek? Bibi atau tempat penitipan anak?

Apapun pilihanmu, bertanggung-jawablah. Artinya, ajukanlah seribu pertanyaan mengapa engkau meninggalkannya, kepada siapa dan dengan persiapan apa. Tanyakan itu semua pada dirimu sendiri dan jawablah untuk dirimu sendiri. Janganlah engkau meninggalkannya hanya karena “sayang karirku jika berhenti sekarang”, atau “sayang dong otakku jika aku hanya tinggal di rumah”, atau “aku kan butuh aktualisasi diri”.

Ingatlah pesan ibuku puluhan tahun lalu: “masa kecil mereka hanya sekali”.

Aku ingat pesan itu hari ini, duapuluhan tahun setelah itu. Saat aku menikahkan anakku dengan pria pilihan hatinya, terbayang masa kecilnya dan pertanyaan di kepala: apakah aku sudah mendidiknya dengan benar sehingga ia sudah bisa meninggalkan rumah ini untuk menjalani penghidupannya sendiri. Sudah cukupkah bekal yang kuberikan padanya untuk menghadapi hidup?

Hari demi hari berlalu, masa kecilnya semakin jauh dibelakang. Hari demi hari berlalu kita semakin sadar betapa banyak yang belum kita lakukan untuknya. Tapi waktu tak pernah menunggu, tugas terus bertumpuk dan badan tak bertambah gesit.

Sampai datang masanya kita terhentak dan tersadar betapa cepatnya waktu telah berganti.
Bersiaplah untuk di evaluasi olehnya,  puluhan tahun setelah hari pertamanya bersamamu, atas segala perlakuan yang telah engkau berikan padanya.

Puluhan tahun dari hari ini, ia bukan lagi makhluk kecil yang tak berdaya. Puluhan tahun setelah hari ini mungkin kitalah yang sudah tak berdaya dan berharap tidak ditinggalkan sendirian di rumah karena badan ini sudah renta.

Doa untuk orangtua: Ya Rabb kami ampunilah kami, dan ampunilah kedua orangtua kami, dan rahmatilah keduanya sebagaimana mereka telah menyayangi kami ketika masih kanak-kanak.

Apakah Dzat Yang Maha Agung akan mengampuni? Apakah Dia akan Menyayangi para orangtua? Lalu bagaimana jika saat sang putra masih kecil orangtuanya kurang sayang padanya? Akankah Allah juga akan mengurangi kasih sayangNya pada orangtua tersebut?
Alangkah beruntungnya orangtua yang anaknya cinta pada Allah, niscaya anak shaleh akan mendoakan ibu-bapaknya. Amin (SAN 18032009)

My Precious...

By: Prima Avianti (Ummu Hizballah 'n Jundallah)



Akhirnyaa,, nyampe juga di fase ini: "saat keduanya tantrum dan si kakak minta gendong sementara ummi masi berusaha membujuk si adek dengan menimangnya",, rumus psikologi? ilmu parenting? (mendadak) MUSNAH! :)

abinya masi di jogja,, emang siy kami masi tinggal bareng ortu ada dua adek juga,, tapi teuteup: gada yg sanggup ngehandle hizballah,, kecuali aku: umminya,, dan dia: abinya,, :) lagian aku juga ga mo ngerepotin kung-utinya,, biarlah pas 2 krucils lagi hepi aja ngikut mereka,,

tappii waktu hizballah ngamuk dan si adek juga ga bisa diem nangisnya bikin aku (awalnya) kewalahan sangat! namun demikian aku coba tuk tenang,, bujuk si kakak tanya ma hizballah: mintanya apa? di jawablah minta maenan truk,, aku kasih truk,, belom 5 detik uda minta liat tivi,, aku bilang: yaudah mas duduk manis liat tivi sambil maenan truk, oke?,, belom 5 detik lagi hizba minta gambar,, aku bilang: buku ma tulisnya ada di meja mas, diambil sendiri gih mas kan pinter,, hizba: ga mau diambilin ummi ajaa,, oke aku ambilin,,

baru mo ngambil maem, hizba uda nginterupsi lagi: minta pipis ama ummi, minta tohoong (baca: minta tolong),, oke aku anterin pipis,, adek kebangun nangis kenceng,, aku bantu hizba dulu pake celana trs gendong adek,, hizba protes: adek bobo ajaa, mas mo maenan ma ummi,, aku bilang: iyah kita maen bertiga disini sekarang yah,, hizba: mas lappeer minta maem,, aku bilang: mas kan uda maem, lupa yah?,, hizba: mas minta sholaat,, aku bilang: kan sajadahnya ada di kamar mas, yuk mas ambil sambil ngajinya gimana hayo? ..ga lama kemudian,, hizba: mas minta liat tivi di kamar om agiil,, aku bilang: kalo mas mau, mas ke kamar om agil gih, ummi disini aja ma adek yah,, hizba: ga mauu, mas ama ummi ajaa,, oke deeh aku ngikut,,

sampe kamar adek nangis kenceng minta keluar digendong sambil berdiri,, aku pamit hizba: bentar yah mas, adek ngantuk minta digendong sambil berdiri trs jalan2 diluar, mas disini dulu yah? ato mas mo ikut? hizba: ga mauu mas disini ajaa, ummi juga disini maen ma maas,, tiba2 hizba ke dapur ambil sapu ijuk: sok2 nyapu,, katanya: kotor mi', mas mau nyapu duhu,, aku bilang: mas pinteer bantuin ummi bersih2,, eh lha kok sapunya nyenggol gelas,, mak pyar: pecah! adek tambah kenceng nangisnya,, hizba juga tereak2 protes "ummi ma mas ajaa",, fyuh mana perut lapeer,, seharian banyak kerjaan: cape,, jebol juga esmosih! *maklum bukan malaikat,, hee :p*

langung deh aku 'cut' smuanya (pake suara agak tinggi tapi ga pake melotot dan ngomongnya juga ga liat hizba, tp liat tembok): "udah ya mas cukup yah, kalo mas mau liat tivi disini, mas yg baek,, ato kalo mas mau ikut ummi di luar ma adek: ayo ikut.. daritadi ummi uda nurutin semua maunya mas,, tp mas yg ga mau nurut ma ummi".. hizba masi ga terima,, aku cuekin 'n tinggal aja keluar,, hizba berontak minta gendong juga, nangis adek pun tambah kenceng,, aku balik masuk rumah lagi, masuk kamar, aku taruh adek di kasur pelan2 ma bilang: "bentar ya sayang, ummi beresin pecahan gelasnya mas tadi, adek disini dulu yah ma truknya mas",, untung diem deh, senyum2 pula :) ..sementara hizba masi nangis ngamuk ga keruan: ngomel2 ga jelas,, tetep aku cuekin,,

aku ke dapur ambil sapu, tempat sampah kecil ma kain pel,, hizba nempeel mulu: pegang bajuku sambil rewel plus ngomel plus nangis sepanjang aku bersih2,, masiii aku cuekin,, 15 menit berlalu,, sampe akirnya aku brentiin smua aktivitasku,, aku diem duduk di lantai bersandar almari,, tengadahkan kepala pejamkan mata dan tarik nafas panjang,, fuuuh.. tiba2 pikiranku melayang kemana2,, waktu aku masi kecil dan aku rewel: mungkin seperti inilah perasaan ortuku dan aku ga mau tau,, waktu aku ketemu temen2 yg belom dikaruniai anak sementara mereka menginginkannya: dihadapanku sudah ada 2 anak yg sehat dan lucu2,, waktu aku melihat kedua anakku sakit: betapa tidak teganya aku dan menginginkan mereka segera sehat kembali dan kembali lincah bermain seperti ini,, dan waktu aku melihat diriku sendiri sekarang ini: akulah ibu mereka, yg mengandung dan melahirkan mereka, akulah tempat mereka 'mengadu' berkeluh kesah dan bermanja, dg begitu mereka merasa saved 'n comfee,, ya Allah, apa yg sudah aku lakukan?? mereka-lah hartaku ya Allah,, MY PRECIOUS!

saat itu juga aku peluk hizballah,, so tight! maafin ummi ya mas? maafin ummi,, ummi sayaang ma mas hizba,, ummi juga sayang ma dek junda abi kung-uti om semua,, mas yg baek ya nak? kalo mas baek, nanti semua orang akan baek ma mas,, abi ummi adek kung-uti om semuanya baek ma mas,, mas yg pinter yah nak? anak pinter itu anak yg sayang yg nurut yg suka senyum ma abi ummi adek kung-uti om smuanya,, mas sayang ma ummi kan?.. hizba bilang: mas sayang ummii.. aku ciumin abis pipi kening rambut perut 'n tangannya,, terimakasih sayang.. hizba masi nangis, tapi uda ga ngomel, dan volumenya lebi pelan,,

uda beres bersihin pecahan gelas, ganti adek yg rewel minta nenen :d ..it's oke,, setidaknya akunya uda tenang sekarang.. aku nenenin si adek, hizba masi sesenggukan 'n masi minta gendong tapi suaranya pelaan banget,, aku raih tangannya ma bilang: oh iya mas, sini gendong ummi yuk, gendong belakang yah,, hizba bilang: gendong depan aja mii',, aku bilang: oh iyaa gendong depan,, jadi posisinya waktu itu adalah: aku tidur miring nenenin si adek trs hizba nyempil ditengah2 aku 'n adek,, aku elus rambut hizba pake tangan kanan,, dan tangan kiri aku pake buat meluk adek,, :) subhanallah indahnyaa,, terimakasih ya Allah, alhamdulillah,,

adek uda bobok,, waktunya "bayar utang" ke hizba buat gendong dia,, sini gendong ummi yok mas, hizba bilang: gendong disana ya mi' sambil maenan ma liat tivi di depan aja ya mi'?,, iyah sayang jawabku,, aku masi ciumin dia, hehe, mumpung masi mau tar kalo uda gede pasti uda risih dianya :p

di depan tivi aku gelar kasur lantai,, hizballah baringan disitu sambil maenin truk2nya,, hihi lucuu ngomong2 sendiri, sesekali aku yg diceritain, katanya truknya bagus ada tiga, rodanya enam bisa nyemprot air nyiram bunga dan madamin api kebakaran,, trs katanya lagi dia yg bikin truk itu plus yg nyopir plus memperbaiki,, akunya pura2 takjub gitu deh: owwh gitu yah mas? hmm ya ya trs gmn jalannya mas? and so on and so on,, alhamdulillah pinternya anakku,, :)

ga lama dia tertidur pulas,, aku elus rambutnya dan kecup keningnya,, i love you dear, so much! tanpa kusadari air mataku berlinang,, terharu, campur aduk.. yeah sons, you both are my precious.. so MESMERIZING! :')

*dan berikanlah banyak sayang untuk si kakak,, maka si kakak akan punya cukup sayang untuk si adek..

january '10, lot of loves,
ummu hizballah 'n' jundallah..

Jumat, 08 Januari 2010

Ada Apakah Tahun Baru Masehi dan Gerhana Bulan?




dikutip dari eramuslim.com 
Tahun baru Masehi 2010 baru saja menjelang, beberapa jam lalu. Seperti biasanya, setiap orang di hampir semua pelosok larut dalam perayaannya yang berlangsung hingga dini hari. Bukan hanya orang tua dan dewasa saja, bahkan anak-anak kecil pun banyak yang diperbolehkan orang tuanya untuk tidur sangat larut, demi ikut meniupkan terompet tahun baru. 

Pada saat yang bersamaan, malam tahun baru Masehi 2010 diterangi sebuah peristiwa kebesaran Allah swt, yaitu gerhana bulan. Cahaya bulan yang terang benderang memupus semua mendung yang datang sepanjang hari kemarin, dan hujan yang bahkan turun hampir selepas Isya. 

Tentu, selalu ada skenario dari Allah swt terhadap semua peristiwa di dunia, apalagi ketika berbarengannnya gerhana bulan dan perayaan tahun baru Masehi. Gerhana bulan memang terjadi Jumat (1/1/2010) sekitar pukul 00.15 dan mencapai puncaknya pada pukul 02.22. Peristiwa ini akan menyebabkan air laut pasang di beberapa wilayah, seperti Jakarta. Akibatnya, apabila malam itu turun hujan lebat, banjir akan terjadi.

Orang-orang yang merayakan malam tahun baru tentu merasa diterangi dan “dimeriahkan.” Mungkin, semua hal yang dekat dengan kemaksiatan terjadi pada malam tahun Baru. Sementara Rasulullah saw bersabda dalam salah satu hadisnya: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. 

Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani].

Takbir memang menggema di beberapa masjid menandakan adanya ada sebagian orang yang terjaga untuk mengagungkan kebesaran Allah swt. Namun tetap saja, jumlahnya sangat sedikit—teramat sedikit—dibandingkan mereka yang “berkonsentrasi” pada perayaan malam tahun baru. Mungkin dengan menurunkan gerhana bulan pada malam tahun baru, Allah swt berkehendak memberi kita pilihan, larut dalam perayaan semu, ataukah memilih untuk menyebut nama Allah swt?

Sementara hari baru di tahun baru 2010 telah bergulir, nasib orang Islam tetap saja sama dengan tahun sebelumnya: miskin, tertinggal, dan jauh dari Allah swt.

Kamis, 07 Januari 2010

Pasrah Karena Cinta


Oleh Fikri Yathir


Malam itu di sebuah bilik pengap penjara Auschwitz gempar. Tiga orang napi melarikan diri. Penguasa penjara meledakkan kemarahannya dengan mengambil 10 orang napi teman para napi yang melarikan diri itu.

Franciszek Grajowniczek, salah seorang yang diambil untuk dihukum mati, menjerit, “Aduh, isteriku dan anak-anakku yang malang. Aku takkan melihat mereka lagi.” Mendengar itu, Maximillian Kolbe, seorang napi lain, segera bangkit dan menyatakan akan menggantikan temannya itu untuk dihukum. Ia beserta sembilan orang lainnya disekap di penjara bawah tanah.




Menurut instruksi, mereka harus disekap sampai mati. Dua minggu kemudian, mereka dikeluarkan sebagai mayat, kecuali Kolbe. Ia masih hidup. Akhirnya, ia dibunuh dengan suntikan asam karbolik di tangannya.

Apa yang menyebabkan Kolbe memiliki daya tahan yang luar biasa? Apa yang mendorongnya untuk menggantikan kawannya?
“Rahasia kekuatan ekstra untuk bertahan ini, saya kira, tak ada hubungannya dengan teologi tertentu atau makna tertentu yang diberikannya pada kehidupan. Menurut saya, kemungkinan besar yang menimbulkan keberanian ini adalah keterikatan orang beriman kepada Tuhan. Sebutlah kecintaanya kepada Tuhan. Atau, paling tidak, kecintaannya kepada keyakinannya,” tulis Celia Haddon dalam The Miraculous Power of Love.

Kekuatan cinta memang menakjubkan. “Untuk merangsang kecerdasan, kita memerlukan kasih ibu. Tanpa orang-orang baik di sekitar kita, dalam keluarga dan pergaulan, kita resah. Sebagian di antara kita mati. Tanpa cinta, manusia tidak bisa hidup bahagia. Cinta penting untuk kesehatan jiwa dan raga kita, sama seperti vitamin, makanan bergizi, olahraga dan lingkungan yang sehat. Di Barat, masyarakat berusaha menciptakan kehidupan yang lebih baik buat semua orang, drainase yang baik, air minum bersih, perawatan kesehatan, jaminan sosial masa tua, bantuan khusus bagi ibu-ibu, anak-anak sekolah, rumah jompo, rumah sakit. Sebuah struktur negara yang perkasa diciptakan untuk melayani kebutuhan pokok manusia yang bersipat fisik. Tapi, kita tidak menemu-kan cinta di dalamnya,” masih kata Haddon.

Kita khawatir modernisasi telah membawa kita kepada situasi yang sama. Ekonomi kita ditegakkan di atas dasar keuntungan semata. Kita tidak lagi tersentuh oleh derita rakyat kecil yang tanahnya kita gusur. Kita pura-pura tidak tahu ketika ribuan orang kehilangan mata pencaharian karena ulah kita. Politik kita bangun hanya untuk kekuasaan. Kita tusuk kawan seiring, kita kecoh lawan. Kita singkirkan pesaing semua tanpa belas kasihan. Sistem sosial kita bertopang pada popularitas semata. Sebagai pengganti kasih sayang, kita dewakan ke-masyhuran. Seperti laron, mengejar-ngejar cahaya. Dan mati sebelum atau sesudah menyentuhnya.

Lalu, keberagamaan kita juga menjadi sejumlah doktrin kering untuk memenggal kepala orang, atau seperangkat kosmetik untuk menutup borok kita. Kita menjadi malaikat Zabaniyyah yang berwajah masam: siap memasukkan siapa saja selain kita ke neraka. Atau kita termasuk orang yang menjadikan agama sebagai permainan dan hiburan (QS. Al-An’aam: 70). Upacara-upacara agama kita selenggarakan seperti menggelar festival, tanpa ruh dan kehangatan.

Islam berarti pasrah, berserah diri. Karena apa kita pasrah kepada Dia? Karena tuntutan sosial, atau keuntungan ekonomis, atau melarikan diri dari frustasi?
Bila kita agak “maju”, kita pasrah kepada Dia karena mengharapkan pahala, ganjaran atau pamrih. Tuhan menjadi sosok yang kita “suruh” untuk memuaskan egoisme kita. Lebih maju lagi, kita berserah diri karena takut siksa, hukuman dan kekuasaannya. Di atas kita, para filsuf pasrah kepada Dia karena tuntunan akalnya. Agama itu akal. Tidak ada agama buat orang yang tidak berakal.

Masyarakat kita kini tengah merindukan keberagamaan yang lain. Bukan hanya akal. Kita ingin pasrah kepada Dia karena cinta.
Suatu hari Dzannun al-Mishri, pengikut mazhab Cinta, berkunjung kepada orang sakit. Ia dapatkan si sakit sedang mengaduh. Dzunnun berkata, “Tidak sejati seseorang mencinta bila ia tidak sabar akan pukulannya.”
Si sakit menukas, “Tidak sabar dalam mencinta bila ia tidak menikmati pukulannya.”
Dari sudut rumah ada suara: “Tidaklah mencintai Kami secara sejati orang masih mengharapkan kecintaan selain Kami.”
Al-Mutanabbi berpuisi: “Sekiranya aku bisa mengendalikan kejap mataku, aku tidak akan membukanya kecuali ketika melihatmu.”
Kita juga mendapatkan sentuhan cinta Ilahi dalam puisi LK. Ara, penyair Aceh dalam Doa Orang Buta:
“Tuhan
beri sinar kepada mereka yang awas matanya

Tuhan
beri cahaya kepada mereka yang memandang dunia dengan mata terbuka

Tuhan
kepadaku kirim saja percik kasih-Mu
tidak untuk membuka mataku
tapi untuk menyiram hatiku”

Salahkah dia yang pasrah kepada-Nya karena akalnya? Tidak. Dia diberikan sinar untuk membuka matanya.
Salahkah dia yang pasrah karena menginginkan pahala-Nya? Tidak.
Banyak jalan menuju Dia. Salah satu di antara jalan itu adalah jalan kesucian yang ditempuh para sufi. Mereka yang dikirim percik kasih Tuhan, untuk menyirami hatinya. Inilah keberagamaan yang membuat Anda tulus dan perkasa.

Sumber: Majalah Ummat, tanpa nomor dan tahun

Republished by DPD PKS Sidoarjo