Adalah Hamas yang merupakan singkatan dari Harakat Al-Muqowwama Al-Islamiyah yang berarti Islamic Resistance Movement atau Gerakan Perlawanan Islam. Hamas berdiri pada tahun 1987 Masehi oleh Syeikh Ahmad Yasin (seorang guru kelahiran 1 Januari 1929), Abdul Aziz Al-Rantisi dan Mohammad Toha. Hamas merupakan kepanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin (Moslem Brotherhood) yang berada di Mesir.
Ikhwanul Muslimin bagi sebagian orang awam dipandang sebagai gerakan Islam yang radikal dan menentang pemerintahan. Perlu diketahui bahwa pemerintahan Mesir telah berada di bawah kekuasaan dan pengaruh para orientalis barat, pemerintahan Mesir jauh lebih liberal dari yang pernah diketahui oleh orang awam dan banyak memberikan keuntungan untuk pemerintahan Amerika yang saat ini berusaha memerangi Islam. Ikhwanul Muslimin didirikan oleh Hasan Al-Banna pada tahun 1928.
Tujuan pendirian Hamas dicantumkan di aktanya: "mengibarkan panji-panji Allah di setiap inci bumi Palestina". Dengan kata lain: melenyapkan bangsa Israel dari Palestina dan menggantinya dengan negara Islam. Hamas memiliki sayap militer bernama Izzuddin Al-Qosam yang merupakan tentara rindu syahid, kekuatan militer inilah yang menjadi ganjalan Israel untuk menguasai tanah-tanah Palestina. Izzuddin Al-Qossam merupakan salah satu tentara perlawanan yang gigih berjuang disamping Hizbullah di Lebanon.
Sebagian referensi mengatakan bahwa kelahiran Hamas dibidani oleh Syeikh Ahmad Yassin dan tujuh orang berpendidikan tinggi: Abdul Aziz al-Rantissi (dokter spesialis anak), Abdul Fatah Dukhan dan Muhammad Shamaa (keduanya guru), Isa Nashar dan Abu Marzuq (insinyur mesin), Syekh Salah Silada (dosen), dan Ibrahim al-Yazuri (farmakolog).
Peluncuran Hamas menemukan momentumnya dengan kebangkitan Intifadah I, yang bergolak di sepanjang Jalur Gaza. Anak-anak Palestina tak gentar melawan tentara Israel dengan batu-batu sekepalan tangan. Sejak itu, sayap-sayap militer Hamas beroperasi secara terbuka. Mereka meluncurkan sejumlah serangan balasan—termasuk bom bunuh diri—ke kubu Israel.
Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Deklarasi Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa "memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai". Hamas tidak menyetujui perjanjian ini.
Pada Januari 2006, Hamas melangkah ke arena politik formal. Secara mengejutkan, mendulang kemenangan—meraih 76 dari 132 kursi dalam pemilihan anggota parlemen Palestina. Hamas mengalahkan Fatah, partai berkuasa sebelum pemilu saat itu. Kabinet yang didominasi orang Hamas terbentuk.